Kasus NTT Fair, Jaksa,” Tidak Ada Bukti Baru”

  • Bagikan
Mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya sebagai saksi dalam persidangan Kasus NTT Fair.//Foto: Istimewa

 

KUPANG, Delegasi.Com – “Tidak ada bukti baru”. Itulah jawaban Jaksa Penuntut Umum atas pertanyaan penutup usai pemeriksaan saksi Mantan Gubernur Frans Lebu Raya, oleh hakim ketua.

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

“Apakah ada bukti baru?. “ Tidak ada, jawab Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perkara NTT Fair dengan terdakwa Linda Ludianto, Selasa (26/11/2019).

Hal ini menjawab pertanyaan public terkait beberapa kesaksian mantan gubernur dengan terdakwa yang berbeda. Sidang ini menjadi berita utama karena adanya kesaksian mantan gubernur.

Hampir setiap persidangan hal yang sama terus ditanyakan dan tidak ada hal yang baru.

Tidak heran karena keterlibatan Mantan Gubernur hanya sebatas proyek NTT Fair yang ground breaking dilaksanakan pada tangggal 30 Mei 2018 sebelum berakhir masa tugasnya tanggal 16 Juli 2018.
Masalah pelaksanaan proyek terjadi ketika Frans Lebu Raya tidak menjabat sebagai Gubernur, sehingga tidak relevan pemanggilan Frans Lebu Raya sebagai saksi terhadap terdakwa teknis pelaksana proyek.

“Sangat tidak berdasarkan fakta dan hukum mengumbar kesalahan Lebu Raya berdasarkan fakta persidangan terdakwa lain. Sebagai penegak hukum seharusnya dalam memberi pendapat di hadapan publik harus berdasarkan fakta, apalagi orang tersebut belum ditetapkan sebagai tersangka, tapi sudah dinyatakan terbukti menerima aliran dana berdasarkan fakta persidangan terdakwa lain yang nota bene belum ada putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menyatakan ada aliran dana ke yang bersangkutan,” tegas Adovokat Pieter Hadjon yang berdomisili dan berkantor di Surabaya, ketika dimintai tanggapan via telepon.

Hal senada disampaikan Ketua pimpinan wilayah NTT, Perhimpunan Advokat dan Pengacara Nusantara ( PERADAN ), Charles Primus, SH, bahwa Frans Lebu Raya sebagai saksi, sehingga pertanyaan dan pernyataan jaksa tidak boleh tendensius.

Saksi dalam KUHAP sudah tegas mengatakan bahwa orang yang memberi keterangan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Saksi itu dalam persidangan berfungsi hanya dua yaitu meringankan atau memberatkan terdakwa. Perseden yang buruk bahwa status saksi dapat berubah menjadi tersangka berdasarkan keterangan saksi terdakwa tanpa bukti yang kuat dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menjebak.

Pertanyaan menjebak yang bertendensi mendapatkan pengakuan adalah jelas melanggar prinsip bahwa seseorang tidak dapat dipaksa untuk mengakui perbuatan salahnya.

Pengakuan seorang bahwa dia melakukan tindak pidana tanpa didukung bukti yang kuat, tidak dapat dipidana. Karena bisa jadi pengakuan tersebut untuk menyelamatkan orang lain atau dipaksa oleh orang lain.

Lebih lanjut menurut Charles, dalam sidang pembuktian, seharusnya jaksa memperhatikan prinsip kebenaran materiil. Karena Fondasi dari alat bukti adalah barang bukti.

Kesulitan dalam mengungkapkan kebenaran dalam proses pembuktian karena alat bukti mengandung adanya dugaan dan prasangka, faktor kebohongan serta unsur kepalsuan.

Jadi dalam kasus NTT Fair, sebaiknya jaksa lebih fokus pada kerugian Negara yang menjadi tanggung jawab para terdakwa.

Sidang NTT Fair Menuju Anti Klimaks

Sementara itu Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Dr. Karolus Kopong Medan, SH, MH menegaskan, proses persidangan kasus tindak pidana korupsi NTT Fair yang digadang-gadang melibatkan mantan gubernur NTT Frans Lebu Raya, secara pelan dan perlahan mulai menuju anti klimaks.

Persidangan yang berlangsung dari siang hingga sore tadi untuk mencocokan keterangan FLR dengan tersangka dan saksi-saksi lain, menurut Karolus kurang relevan karena masih tetap berkutat pada apakah aliran dana NTT Fair itu mengalir juga ke kantongnya FLR atau tidak.

Terkait dugaan aliran dana NTT Fair yang melibatkan FLR, kata Karolus, klimaksnya pada saat persidangan kali lalu yang menghadirkan tersangka Yuli Afra dan FLR. Dan ketika itu tidak ada bukti yang cukup kuat dan meyakinkan untuk menjadikan FLR menjadi seorang tersangka.

“Oleh karena bagi saya, sidang tadi tidak terlalu relevan untuk memberi keyakinan kepada hakim untuk merubah status FLR dari saksi menjadi tersangka.
Apa lagi ketika hakim menanyakan kepada Jaksa PU apakah ada bukti baru, JPU justru mengatakan tidak ada bukti baru.

 

//Delegasi.Com(hermen jawa)

Komentar ANDA?

  • Bagikan