Aniaya Orang Gila Hingga Terkapar di Rumah Sakit, Perilaku Polisi di Lembata Dinilai Seperti Kasus Ferdi Sambo

  • Bagikan
Ansel Deri //Foto: Delegasi(Dok. pribadi)

DELEGASI.COM, JAKARTA — Sejumlah warga diaspora Lembata sedunia yang tergabung dalam WhatsApp Group Ata Lembata mengecam perilaku bar bar yang diduga dilakukan sejumlah anggota Kepolisian Resor (Polres) Lembata, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur terhadap Yosep Kapaso Bala Lata Ledjap (22), warga Lembata dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

BACA JUGA : RSUP Kupang dan Secarik Kertas Catatan Ben Mboi

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

 

Bala Ledjap diduga dianiaya sejumlah anggota Polres hingga terkapar kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Lewoleba untuk menjalani perawatan dan visum. Kasus tersebut dinilai sebagai kasus sadis dan langka yang terjadi di wilayah hukum Polres Lembata karena dilakukan anggota polisi dalam jumlah banyak.

“Kasus polisi menganiaya orang dengan gangguan jiwa sangat sadis seperti kasus Ferdy Sambo. Kalau Sambo itu polisi waras menembak mati Yosua, anggota polisi bawahannya. Bisa saja ada dugaan kawanan polisi di Polres Lembata yang diduga menganiayai orang gila hingga babak belur itu, mengalami gangguan jiwa. Polisi pukul orang gila model ini tergolong kasus langka,” ujar Petrus Bala Pattyona, SH, MH, anggota Ata Lembata melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (28/12).

BACA JUGA: Bencana Banjir  Landa Sejumlah Wilayah di NTT

Bala Pattyona, praktisi hukum asal kampung Kluang, Desa Belabaja (Boto), Lembata, menambahkan, Pasal 44 KUHP menyebut, seseorang pelaku tindak pidana yang terganggu akal pikirannya, walau sekali-kali orang tersebut waras maka tindakan pelaku tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Petrus Bala Pattyona, SH, MH //Foto: delegasi(dok. pribadi)

“Kalau polisi sudah tahu Bala Ledjap adalah orang gila harusnya dimaklumi, bukan main hakim sendiri. Jadi, yang main hakim sendiri itu sesungguhnya tidak waras. Karena itu, sanksi berat segera diterapkan yang didahului penempatan khusus, sidang etik, dipecat lalu menjalani proses pidana sangkaan penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP,” tegas Bala Pattyona.

Menurutnya, kalau Polri mau bersih-bersih sebaiknya para pelaku dipecat saja. Kapolres Lembata juga diingatkan tak boleh menutup-nutupi tindak kejahatan yang dilakukan bawahannya.

“Sekarang era keterbukaan. Apapun tindak tanduk oknum polisi yang melanggar hukum segera menjadi konsumsi publik. Saya minta Kapolres segera mengumumkan nama-nama pelaku yang diduga menganiayai Bala Ledjab kepada keluarga dan publik berikut sanksi demi demi keadilan dan kebenaran,” lanjut Bala Pattyona.

Admin grup Ata Lembata, Justin Laba Wejak menilai, berita insiden penganiayaan terhadap Bala Ledja, membuat hati seperti tersayat dan miris mengikuti berita di sejumlah media di NTT. Kawanan polisi di Polres Lembata dinilai mengeroyok si gila tanpa pertimbangan sisi kemanusiaan.

“Balas dendam atau apapun bentuk dan alasan polisi, itu sama sekali tidak membenarkan tindakan mereka menganiaya orang yang sedang terganggu kejiwaannya. Brutalitas oknum polisi itu justru mencoreng nama baik institusi Polri,” kata Justin Wejak.

Dr Justin L Wejak //Foto: Delegasi(Dok Pribadi)

Laba Wejak dosen Kajian Asia Universitas Melbourne, Victoria, Australia asal Lewokukung, Baolangu, menambahkan, dugaan pengeroyokan kawanan polisi memperlihatkan dengan kasat mata kepada khalayak bahwa polisi kian hari kian susah dipercaya sebagai penjamin rasa aman dan nyaman masyarakat.

 

“Polisi sedang memperlihatkan arogansinya yang konyol. Kekonyolan dan brutalitas oknum polisi seyogianya segera disikapi Kapolres Lembata Dwi Handono Prasanto, Kapolda NTT Johnny Asadoma, dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dengan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat demi memberikan rasa keadilan, a sense of justice kepada keluarga dan masyarakat,” lanjut Laba Wejak.

 

Menurut editor buku Membangun Tanpa Sekat dalam rangka HUT ke-20 Otonomi Lembata, kelambanan Kapolres Lembata menghukum anggotanya bakal memperdalam kecurigaan masyarakat terhadap eksistensi Polres Lembata. Di negara manapun di dunia yang menekankan rasionalitas, ujar Laba Wejak, rasanya kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi di Polres Lembata kepada si gila jauh dari rasionalitas, alias irasional.

 

“Maka jangan heran apabila ada yang menyindir, jangan-jangan yang ikut gila itu oknum-oknum polisi itu sehingga mereka aniaya orang tanpa pikir. Ada sindiran lain, yang baku pukul itu orang-orang yang sedang sama-sama gila, atau ‘kemunger’, dalam bahasa daerah setempat,” lanjut Laba Wejak.

Admin grup Ata Lembata lainnya, Ansel Deri, mengatakan perilaku oknum polisi dalam jumlah lebih dari dua orang yang diduga menganiayai orang gila seperti Bala Ledjap jauh dari rasionalitas publik. Apalagi, teraniayai adalah seorang tak berdaya yang tengah menderita gangguang jiwa.

“Kapolres Lembata dan Kapolda NTT segera memberikan atensi khusus kasus penganiayaan terhadap Bala Ledjap. Bila tindakan tersebut mencoreng institusi Polri, maka Kapolri Listyo Sigit Prabowo segera menarik kembali Kapolres Lembata ke Mabes Polri,” kata Ansel, jurnalis asal Lembata.

Menurut penulis buku Jejak dari Rantau, langkah ini tepat karena pengawasan pucuk pimpinan Polres Lembata terhadap sepak terjang anggota sangat lemah. Mayoritas masyarakat Lembata kita tahu tengah dalam suasana Natal lalu tiba-tiba ada perilaku kawanan polisi menganiayai orang gila. Tindakan itu sangat tidak elok dan merendahkan martabat orang kecil apalagi orang gila,” kata Ansel, jurnalis asal Lembata.

Bala Ledjap (22), diduga dianiaya di depan kantor Kopdit Pintu Air Cabang Lembata, Selasa (27/12) sekitar pukul 21.00 WITA. Korban menderita luka di batang hidung dan pelipis sebelah kanan serta lebam di pelipis kiri.

Kakak kandung korban, Andreas Ledjap menuturkan, kejadian bermula saat satu kelompok anggota polisi ini mencari adiknya di rumahnya, di Kota Baru, Kelurahan Lewoleba Tengah. “Mereka datang cari tapi Bala tidak ada. Mereka sempat ribut dan marah dengan nada tinggi. Katanya Bala ada pukul salah satu anggota polisi,” kata Andreas.

Tidak menemukan Bala di rumah, gerombolan polisi yang menggunakan sepeda motor mencari korban di beberapa titik. Saat menemukan Bala di sekitar kantor Koperasi Pintu Air, mereka memukulinya. Setelah dianiaya, Bala dilepas di tempat yang berbeda dalam keadaan kedua tangan terikat di belakang.

“Kami berharap Pak Kapolres Lembata segera menindak anggotanya yang bertindak brutal ini, dan hukuman harus diberikan sesuai aturan yang berlaku,” kata Karolus Ledjap, ayah korban Bala Ledjap.

//delegasi(*/Gerwis)

 

 

Komentar ANDA?

  • Bagikan