BBKSDA NTT Lepasliarkan Burung Kakatua Jambul Kuing di TWA Camplong

  • Bagikan
Burung Kakatuan Jambul Kuning (Cacatua sulphurea parvula) siap dilepasliarkan di Taman Wisata Alam Camplong, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. //Foto: delegasi.com (Istimewa)

KUPANG, DELEGASI.COM – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan melepasliarkan sebanyak 47 (empat puluh tujuh) ekor Burung Kakatuan Jambul Kuning (Cacatua sulphurea parvula) di Taman Wisata Alam Camplong, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang.

 

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Demikian dikatakan Kepala BBKSDA NTT, Ir. Timbul Batubara, M.Si melalui siaran pers yang diterima tim media ini pada Jumat (28/08/2020) di Kupang.

Menurutnya, Kakatua Jambul Kuning tersebut merupakan hasil penyerahan masyarakat kepada Balai KSDA Jawa Tengah.

“Pelepasliaran Kakatuan Jambul Kuning itu sebagai wujud upaya konservasi penanganan satwa oleh BBKSDA NTT,” tandasnya.

Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara //Foto: Delegasi.com (Dok. Pribadi)

 

Timbul Batubara, menjelaskan, Kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea parvula) merupakan salah satu dari 374 spesies burung paruh bengkok yang termasuk ke dalam keluarga Psittacidae dengan ciri-ciri ukuran sebesar Burung Merpati dengan warna bulu putih, jambul dan pipi kuning. Cacatua Sulphures Parvula memiliki ciri ukuran tubuh yang paling kecil diantara sub jenisnya, dan memiliki warna kuning lebih pucat pada tutup telinganya (Utomo 2010).

 

Kakatua Jambul Kuning, lanjutnya, dapat ditemukan pada wilayah hutan primer, hutan sekunder, hutan perbukitan, tepi hutan, belukar, lahan pertanian, hutan musim basah gugur daun, hutan pada wilayah lembah bersungai, wilayah semak dengan pertumbuhan pohon yang jarang, lahan budidaya yang pohonnya jarang (BirdLife International 2001).

 

Timbul Batubara memaparkan, Kakatua Kecil Jambul Kuning yang dikirim oleh Balai KSDA Jawa Tengah tersebut dikirim ke Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan maksud untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya di Taman Wisata Alam (TWA) Camplong.

 

“TWA Camplong tercatat sebagai salah satu habitat Kakatua Kecil Jambul Kuning. Namun, saat ini sudah sulit untuk menemukannya kembali. Kegiatan pelepasliaran ini dengan demikian adalah merupakan kegiatan reintroduksi, yakni sebuah upaya mengembalikan spesies asli Kakatua Kecil Jambul Kuning yang dahulu pernah ada di suatu wilayah (TWA Camplong, red) ke wilayah tersebut sehingga dapat berkembang biak di habitatnya semula,” ujarnya.

 

TWA Camplong sudah memiliki keputusan penetapan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 347/Menhut-II/2010, tanggal tanggal 25 Mei 2010 dengan luas 696.60.

 

Kawasan TWA Camplong terletak di pinggir jalan negara dengan waktu tempuh ± 45 menit dari Kota Kupang menggunakan kendaraan darat.

 

Timbul Batubara berharap agar dengan adanya kegiatan pelepasliaran Kakatua Kecil Jambul Kuning tersebut, populasi Kakatua Jambul Kuning di alam dapat meningkat dan lestari, ada keseimbangan alam, meningkatkan peran dan perhatian dari tokoh masyarakat/adat, tokoh agama dan Pemerintah Daerah untuk melestarikan satwa, dan sebagai media edukasi bagi komponen masyarakat dalam upaya pelestarian satwa liar.

 

Keistimewaan Kakatua
Kepala BBKSDA itu menambahkan pula bahwa keistimewaan kakatua terletak pada adanya bedak pada bulu tubuhnya. Bila bulu kakatua diusap dengan tangan akan seperti terkena tepung atau bedak (berwarna keputihan), yang disebut dengan bulu bedak atau bulu debu (Harrison 2005). “Bulu ini merupakan bulu kapas yakni bulu yang telah mengalami penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang berfungsi sebagai sanitasi dan kebersihan bulu kakatua (Kurniawan 2004),” jelasnya.

 

Burung kakatua, katanya, memiliki paruh yang khas yaitu membengkok dan kuat sehingga bentuk dan sifat paruh tersebut sesuai dengan pakannya yang terdiri dari biji – bijian, kacang-kacangan, buah arbei dan bebuahan (Birdlife International 2001).

 

Di Indonesia, jelasnya lebih lanjut, spesies kakatua dikelompokkan menjadi 4 sub spesies, yaitu: C. sulphurea parvula, C. sulphurea sulphurea,C. sulphurea abotti, C. sulphurea citrinocristata. Masing-masing sub spesies tersebut memiliki sebaran wilayah yang berbeda.

 

“Sub jenis parvula memiliki wilayah penyebaran di Nusa Penida, Bali, Lombok, Sumbawa, pulau-pulau diantara Flores hingga Alor dan Pulau Timor. Sub jenis sulphurea pada wilayah Pulau Sulawesi, Abotti pada wilayah Kepulauan Masalembo, Jawa Tengah dan citrinocristata hanya ditemukan di wilayah Pulau Sumba (Coates dan Bishop 2000),” bebernya.

Ancaman Terhadap Kakatua
Menurut Kepala BBKSDA NTT, Timbul Batubara, perburuan dan perdagangan satwa liar (kakatua, red) dapat mengancam kepunahan satwa liar tersebut. “Dan itu akan berakibat pada kerusakan ekosistem,” ujarnya.

 

Penanganan kejahatan perdagangan satwa liar dilindungi (kakatua, red) perlu dilakukan secara serius guna menyelamatkan satwa liar kakatua. “Kegiatan penanganan kakatua diantaranya dengan pelepasliaran satwa kakatua yang merupakan prioritas penanganan populasinya di alam,” jelasnya.

//delegasi (*/tim))

Komentar ANDA?

  • Bagikan