Empat Warga Sigi Diduga Tewas di Tangan Kelompok MIT

  • Bagikan
1 kelurga di Pigi, Sulawesi Tengah tewas. Diduga dibunuh Kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Jumat (27/11/2020).//Foto : Istimewa

PALU,SIGI, DELEGASI.COM — Kelompok Mujahidin Indonesia Timur kembali berulah. Mereka diduga membunuh empat warga Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Demi alasan keamanan, warga lainnya kini memilih mengungsi.

Peristiwa itu terjadi di Dusun Tokelemo, Jumat (27/11/2020) pagi. Dusun itu  berjarak sekitar 60 kilometer arah selatan Palu, ibu kota Sulteng, atau 15 kilometer dari Jalan Poros Palu-Lembah Napu, Kabupaten Poso.

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Daerah itu dikelilingi hutan dan pegunungan, termasuk Taman Nasional Lore Lindu di sisi selatan. Kawasan itu merupakan lokasi transmigrasi, termasuk warga lokal dari daerah lain di Sulteng.

Sekretaris Desa Lembantongoa Rifai menyatakan, korban yang masih berkerabat itu tewas di rumahnya. Mereka adalah Naka, Yasa, Ferdi, dan Pino. ”Saat ini warga menyiapkan pemakaman. Rumah duka agak jauh dari lokasi kejadian untuk keamanan,” kata Rifai di Sigi saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Sabtu (28/11/2020).

Kepala Desa Lembantongoa Deki Basalulu menambahkan, ada 50 rumah tangga di Dusun Tokelemo yang kini mengungsi ke dusun lain. Mereka tinggal di rumah-rumah warga. ”Untuk sementara, kebutuhan mereka ditalangi desa dan warga setempat. Kebutuhan itu terutama makanan dan pakaian. Ke depannya, pasti butuh banyak kebutuhan lainnya,” ujarnya.

”Situasi di lapangan kini kondusif. Tim gabungan kepolisian melakukan trauma healing agar warga tenang, tidak panik, dan tidak takut,” katanya.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Gomar Gultom menyatakan bela rasa atas kejadian itu. Peristiwa itu merupakan kejadian berulang yang secara sporadis terjadi di Sulteng. Gomar meminta aparat keamanan menuntaskan sisa-sisa anggota penyebar teror, khususnya di Poso dan Sigi.

”Kehadiran negara diperlukan untuk memulihkan rasa aman dalam diri masyarakat,” katanya.

Ia mengimbau, warga di sekitar lokasi kejadian untuk tetap tenang dan menyerahkan penanganan masalah tersebut kepada aparat. Semua elemen masyarakat perlu bahu-membahu menciptakan keamanan dan kenyamanan bersama.

Jatuhnya korban warga sipil untuk kasus serupa sudah sering kali terjadi di Sulteng, terutama di Poso, Parigi Moutong, dan Sigi, Tiga daerah itu menjadi lokasi gerilya anggota MIT. Dalam catatan Kompas, korban sipil periode 2015-2020 mencapai 19 orang.

Sebagian besar korban tewas di kebun atau rumah dekat hutan pegunungan. Sebelumnya, kejadian serupa menimpa seorang warga Desa Sangginora, Kabupate Poso, pada awal Agustus 2020.

Anggota keluarga menggali kubur untuk mengambil jenazah Wahid (22) alias Bojes yang telah dikuburkan di TPU Poboya, Kecamatan Mantikulore, Palu, Sulteng, Kamis (19/11/2020). Keluarga menginginkan buronan terorisme anggota Mujahidin Indonesia Timur itu dikuburkan di kampung halaman di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng.

Ironisnya, jatuhnya korban sipil ini terjadi saat operasi keamanan dengan sandi Tinombala digelar. Operasi Tinombala yang berlangsung sejak 2016 dilakukan untuk memburu sisa daftar pencarian orang (DPO) anggota MIT di Poso yang tercatat 11 orang. Dua anggota kelompok itu tewas ditembak di Parigi Moutong oleh Satuan Tugas Operasi Tinombala pada 17 November 2020.

Pegiat hak asasi manusia di Sulteng, Moh Arfandy, menyatakan, Operasi Tinombala perlu dievaluasi. Tak hanya soal belum berhasil ditangkapnya para DPO, tetapi juga terkait memberikan keamanan dan kenyamanan bagi warga di sekitar daerah operasi.

”Jatuhnya korban sipil harusnya menjadi titik kritis agar operasi tersebut dievaluasi secara total. Mau sampai kapan seperti ini,” katanya.

//delegasi(Kompas)

Komentar ANDA?

  • Bagikan