Ekbis  

Kebijakan Pemerintah Beratkan Nelayan NTT

Avatar photo
Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDI Perjuangan, Patris Lali Wolo //Foto: Dokumen

Kupang, Delegasi.Com – Kebijakan pemerintah terkait pengurusan penerbitan administrasi dan pengoperasian kapal sangat memberatkan nelayan NTT, terutama di Pulau Flores karena biaya yang dikeluarkan sangat besar dengan sistem birokrasi yang panjang.

Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDI Perjuangan, Patris Lali Wolo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Senin (28/1/2019).

Menurut Patris, sejumlah nelayan di Ende sampai Manggarai Barat yang ditemuinya mengeluhkan tentang pelayanan Syarat Kecakapan Khusus (SKK) dan izin pengoperasia kapal. Untuk mengurusnya, para nelayan harus ke Kupang karena harus mengurus di Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap (PM-PLTSA) NTT.

Untuk ke Kupang, mereka harus mengeluarkan anggaran yang cukup besar, yakni biaya transportasi dan akomodasi atau menginap di Kupang.
Selain itu, lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini, untuk pengukuran kapal, para nelayan harus membawa kapalnya ke Maumere karena juru ukurnya ada di Sikka.

Sedangkan untuk memperoleh SKK, para nelayan harus ke Larantuka, Kabupaten Flores Timur untuk mengambilnya. Ini tentunya sangat memberatkan, karena nelayan yang selama ini beraktivitas di wilayah Selatan, harus membawanya ke Maumere yang ada di wilayah Utara Flores. Artinya, mereka hampir mengelilingi Pulau Flores untuk menjalankan kewajiban terkait pengukuran.

“Kebijakan seperti ini tentunya sangat memberatkan para nelayan yang ada di wilayah Selatan Pulau Flores. Selain harus berhenti melakukan penangkapan ikan, biaya yang dikeluarkan juga sagat banyak,” kata Patris.

Ia berargumen, bila pemerintah memiliki keberpihakan terhadap nelayan, pemerintah diminta untuk menempatkan petugas juru ukur dan pengurusan kelengkapan dokumen di setiap kabupaten.

Hal ini dalam konteks percepatan pelayanan menekan biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian, para nelayan tetap beraktivitas seperti biasa karena pelayanan langsung di masing- masing kabupaten.

“Jika pemerintah tidak mengubah model pelayanan sebagaimana berlaku selama ini, memperlihatkan tidak adanya keberpihakan pemerintah kepada para nelayan,” tandas Patris.

Ia menambahkan, semua pihak tentunya menginginkan adanya percepatan pelayanan kepada masyarakat termasuk para nelayan. Karena itu, pemerintah didesak untuk menindaklanjuti keluhan para nelayan terkait sistem pelayanan yang diberikan selama ini.

“Jangan kita hanya fokus pada target penerimaan Pendapatan AslI Daerah (PAD), tapi harus sengsarakan rakyat. Semestinya utamakan pelayanan dan target PAD mengikutinya,” ungkap Patris.

//delegasi(mario)

Komentar ANDA?