Kemendagri Dinilai Abaikan Prosedur Selesaikan Tapal Batas Matim- Ngada

  • Bagikan
Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Leo Ahas didampingi Anggota Fraksi PKB, Hans Rumat menerima laporan Pansus DPRD Manggarai Timur tentang penyelesaian Tapal batas Manggarai Timur dan Ngada, Rabu(28/8/2019).

Kupang, Delegasi.Com  – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dinilai mengabaikan aspek prosedur sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Mendagri 141/2017 terkait penyelesaian tapal batas antara Ngada dan Manggarai Timur (Matim).

DPRD Kabupaten Manggarai Timur menyerahkan hasil Pansus Penyelsain Perbatasan wilayah Mangarai Timur dan Ngada ke Komisi I DPRD NTT, Rabu(28/8/2019).

 

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Wakil Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan Umum DPRD NTT, Leo Ahas sampaikan ini kepada wartawan setelah menerima panitia khusus (Pansus) DPRD Matim di Kupang, Rabu (28/8/2019).

Leo Ahas menjelaskan, bupati Matim, bupati Ngada dan gubernur NTT tidak ada masalah dalam penyelesaian masalah tapal batas dengan penentuan titik batas antara Ngada dan Matim beberapa waktu lalu. Namun dari aspek hukum, ada cela di tingkat kemendagri. Semestinya yang harus dipakai dan ditaati pihak kementerian dalam penyelesaian masalah tapal batas adalah Permendagri 141/2017.

Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Leo Ahas dan Anggota DPRD NTT dari PKB, Hans Rumat diwawancarai wartawan setelah menerima delegasi DPRD Manggarai Timur, Rabu(28/8/2019)

 

“Ada indikasi prosedur sesuai amanat Permendagri itu diabaikan, dilanggar dan tidak transparan. Sehingga sebenarnya masalah tapal batas belum selesai,” kata Leo Ahas.

Ia menyatakan, proses politik di DPRD Matim dengan pembentukan pansus penyelesaian perselisihan batas daerah Matim dan Ngada harus dihargai. Karena aturan membolehkan adanya pembentukan pansus dalam agenda kerja kedewanan.

“Hasil kerja dan rekomendasi pansus yang telah diserahkan akan kami kaji dan diteruskan kepada para pihak terkait,” ungkap Leo Ahas.

Anggota DPRD NTT dari Fraksi PKB, Jhon Rumat yang juga menghadiri rapat dengan utusan DPRD Matim di ruang rapat Komisi I meminta Kemendagri untuk mengkaji lagi kesepakatan penetapan tapal batas Ngada dan Matim beberapa waktu lalu. Karena kesepakatan itu tidak penuhi unsur sosiologis, historis, yuridis dan politik.

“Semestinya penetapan titik tapal batas sesuai dokumen yang sudah ada, bukan digeser sebagaimana terjadi beberapa waktu lalu,” ungkap Jhon.

Pansus DPRD Matim atas penyelesaian masalah perbatasan Matim- Ngada  merekomendasikan lima point.

Satu, penyelesaian masalah perbatasan harus tetap mengacu pada kesepakatan tahun 1973 dan UU 36/2007 tentang pembentukan Matim.

Dua, keputusan 14 Mei 2019 dan seremonial penanda pemasangan pilar baru menimbulkan gejolak sosial sebab penyelesaiannya tidak solutif dan menciderai perjuangan masyarakat.

Tiga, meminta pihak pemerintah Matim untuk segera menyampaikan aspirasi masyarakat melalui pansus ke tingkat provinsi dan Kemendagri. Empat, hendaknya pembangunan di wilayah perbatasan harus tetap berjalan maksimal. Lima, masyarakat meminta Pemerintah Matim membatalkan kesepakatan 14 Mei 2019.

//delegasi(hermen)

Komentar ANDA?

  • Bagikan