Ketua Sinode GMIT : Jangan Pilih Pemimpin Karena Agama

  • Bagikan
Pemimpin

Kupang, Delegasi.com – Ketua Sinode GMIT, Pendeta Meryy Kolimon meminta kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) agar tidak memilih pemimpin (Gubernur) berdasarkan agama yang dianutnya atau pun berdasarkan suku, karena NTT merupakan Nusa Tinggi Toleransi.

“Komitmen kita untuk mencari pemimpin daerah ini, bukan untuk mencari pemimpin Agama,” tegas Mery kepada wartawan di Kupang, Rabu, 18 Oktober 2017.

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Pemimpin yang dicari, menurut dia, datang dengan membawa komitmen pembaruan dan pemulihan. Ini yang dimaksud dengan toleransi yang tinggi di daerah ini. “Kasus yang terjadi di Pilkada Jakarta, jangan bawa ke daerah ini yang penuh dengan toleransi” ujarnya.

Momen Pilkada serentak juga harus dimaknai sebagai bentuk toleransi antarumat beragama di daerah ini. Ini merupakan salah satu bentuk pemulihan yang diangkat oleh GMIT dalam merayakan HUT GMIT ke-70 dan reformasi ke-500.

Pendeta Mery Kolimon mengungkapkan tentang tingginya yang toleransi di NTT harus tetap di jaga, jangan dirusak dengan masalah Pilkada serentak dengan mempetakan kelompok gereja yang satu dan kelompok gerjea yang lain. Lebih celaka lagi jika itu terjadi antara  agama yang satu dengan lainnya.

“Sorang pemimpin, entah dari gereja mana dia berasal atau agama mana dia beraviliasi, harus benar benar mmikirkan masalah yang sangat komplek di daerah ini. Masalah kemiskinan, masalah kebodohan, masalah Humman trafficking dan lain sebagainya harus menjadi prioritas bagi seorang pemimpin”, tandas Kolimon.

Pada kesempatan itu juga Kolimon menjelaskan momentum HUT GMIT yang bertepatan dengan 500 tahun usia Reformasi .

Dia menjelaskan, momentum HUT GMITdan 500 tahun usia Reformasi tidak saja menjadi momentum atau fefleksi bagi jemaat dikalangan GMIT sendiri, tetapi juga bagi kalangan katolik.

Karena peristiwa 500 tahun silam merupakan beban sejarah bagi gereja katolik dan gereja protestan. Dan beban sejarah itu mesti dilupkan. Kedua gereja harus menrefleksi peristiwa itu sebagai beban yang sama untuk saling mengampuni, memaafkan, karena Kristuslah sebagai tiang Agung nya.

“Beberapa Negara seperti yang di Jerman maupun Belanda, telah ada sebuah gerakan Helling memories, atau penyembuhan ingatan. Gerakan ini sebenarnya untuk merefleksi kembali akan peristiwa itu utk saling mengampuni dan memaafkan,” tandas Kolimon.

Pada kesempatan itu dia juga menyampaikan tentang rangkaian kegiatan dalam rangka memeriahkan HUT GMIT ke-70 dan reformasi ke-500, diantaranya expo dan pameran produk unggulan serta pelayanan GMIT, seminar Nasional HUT GMIT ke-70 dan reformasi ke-500, bakti sosial peduli pendidikan, penulisan dan bedah buku Bunga Ramoai 70 tahun GMIT, lomba mewarnai, dan lomba esay reformasi. //delegasi(hermen/ger)

Komentar ANDA?

  • Bagikan