Lebu Raya Dilaporkan ke KPK Terseret Kasus Pembangunan Monumen Pancasila

  • Bagikan
Proyek Monumen Pancasila dan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair yang terancam mangkrak. //Foto: Victory News

Kupang, Delegasi.Com – Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya tidak lama lagi kembali terseret dalam kasus korupsi. Setelah kasus  korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair yang sedang ditangani Kejaksaan Tinggi NTT, di mana Frans terindikasi mendapat aliran dana, kini mencuat kasus proyek Monumen Pancasila.

Diperoleh informasi, proyek senilai Rp 28 miliar lebih di Desa Nitneo,  Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur sudah resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Dilasir Indonesiakoran.com dsri laman Victory News (6/8/2019), laporan dibuktikan dengan adanya Surat Tanda Bukti Penerimaan Laporan Pengaduan Masyarakat (STBPLPM) nomor 104622 dan nomor agenda 2019-08-000020 KPK.

Selain kasus Monumen Pancasila, pelapor juga meminta agar KPK melakukan supervisi penyidikan kasus korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair yang sedang ditangani Kejaksaan Tinggi NTT.

Sejumlah pihak yang disebutkan dalam laporan di antaranya Hengki Ezar selaku Direktur Utama PT. EROM, Yulia Afra mantan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi NTT (kuasa pengguna anggaran) dan Dona Fabiola Tho Kabid Cipta Karya  PUPR (Pejabat Pembuat Komitmen) pada proyek pembangunan Monumen Pancasila.

“Kami laporkan mereka masing-masing selaku kontraktor, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pembangunan Monumen Pancasila yang sudah mangkrak dan merugikan negara Kepada KPK untuk melakukan penyelidikan. Saat ini KPA dan PPK sudah menjadi tahanan Kejati NTT dalam kasus NTT Fair,” ungkap koordinator LSM yang meminta namanya tidak dikorankan melalui telepon selulernya kepada VN, Selasa (6/8/2019)

Ia mengatakan laporan kepada KPK dilengkapi 10 dokumen alat bukti utama dan 45 dokumen alat bukti petunjuk dalam kasus Monumen Pancasila dan kasus korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair yang sedang dilakukan Kejaksaan Tinggi NTT.

Menurutnya,  Sekretaris Daerah (Sekda) NTT Benediktus Polo Maing terindikasi menerima aliran dana sebesar Rp 100.000.000 , namun Kejati NTT tidak menetapkan Polo Maing sebagai tersangka meski yang bersangkutan telah menyerahkan kembali uang tersebut sebagai barang bukti.

“Proyek Momunen Pancasila maupun kasus korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair yang sedang dilakukan Kejaksaan Tinggi NTT sama-sama dilakukan ground breaking pada tanggal 18 Mei 2018 di rumah jabatan Gubernur NTT, bertepatan dengan hari ulang tahun Gubernur yakni Saudara Frans Lebu Raya. Sesuai hasil penyidikan kasus korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair mantan gubernur Frans Lebu Raya juga terindikasi menerima aliran dana  namun sebagaimana halnya Sekda, yang bersangkutan juga tidak ditetapkan sebagai tersangka atas alasan tidak cukup bukti,” jelasnya.

Ia mengatakan berdasarkan pertimbangan tersebut maka sangat urgen dan mendesak jika KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri atas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Momunen Pancasila dan sekaligus juga melakukan supervisi terhadap penyidikan kasus korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair.

“Penetapan tersangka yang tebang pilih pada penyidikan kasus korupsi pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair sudah menjadi indikasi kuat jika Kejaksaan Tinggi NTT tidak bisa maksimal menangani kasus-kasus besar yang melibatkan mantan Gubernur dan atau Sekda yang sedang berkuasa di NTT, ” tegasnya.

Ia menambahkan, hari ini Selasa (6/8/2019) pihaknya diagendakan mempresentasikan laporannya di depan penyidik KPK.

“Setelah laporan saya diterima kemarin, saya diagendakan untuk presentasikan laporan di KPK hari ini,’ tambahnya.

Menanggapi laporan tersebut, staf khusus Gubernur NTT bidang hukum Dr. Markus Hage mengapresiasi tindakan dari masyarakat NTT yang sudah sadar terhadap pentingnya penegakan hukum di Indonesia khususnya NTT.

Menurut Markus, dengan status NTT sebagai provinsi terkorup keempat di Indonesia maka perlu kesadaran dari masyarakat untuk mencari keadilan dalam penegakan hukum demi terciptanya birokrasi yang bersih dan jujur untuk kesejahteraan masyarakat.

“Saya apresiasi niat baik dari laporan itu, artinya masyarakat NTT sudah sadar untuk mendapatkan hak hukum yang jujur dan adil. Apalagi NTT masuk sebagai provinsi terkorup maka perlu peran dari semua elemen masyarakat untuk memberantas kasus korupsi di bumi Flobamora.” Tandasnya.

Markus menambahkan, Jika benar Sekda NTT menerima uang fee Rp 100.000.000 dan sudah dikembalikan melalui penyidik Kejati NTT maka Gubernur NTT berpeluang bersurat kepada Kementrian Inspektorat  Jenderal Dalam Negeri untuk melakukan pemeriksaan secara internal, memberikan sanksi dan tindakan disiplin kepada Sekda NTT.

Sementara Sekda NTT Benediktus Polo Maing yang dikonfirmasi di kantor Gubernur NTT enggan berkomentar. Pihaknya mengatakan, pertanyaan VN adalah substansi perkara yang tidak perlu ditanggapi.

“Itu kan substansi perkaranya. tidak perlulah dikomentari,” ujarnya.

//delegasi(*/ger)

Komentar ANDA?

  • Bagikan