Pemerintah Harus Sikapi Pasca Panen Pajale

  • Bagikan
Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Patris Lali Wolo.//Foto: Dok.Delegasi

Kupang, Delegasi.Com – Pemerintah harus mencari solusi menyikapi pasca panen padi, jagung dan kedelai (Pajale) serta bawang agar harga jual pada puncak musim panen tetap tinggi sebagai bentuk keberpihakan kepada petani.

Demikian pernyataan Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Patris Lali Wolo kepada wartawan di Kupang, Rabu (22/5/2019).

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Menurut Patris, pemerintah melalui program upaya khusus (Upsus) pajale dan bawang, menggelontorkan anggaran yang cukup besar, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD. Karena tidak ada intervensi dari pemerintah, harga jual pajale pun sangat kecil. Petani terpaksa tunduk pada hukum pasar, yakni ketika puncak musim panen atau produksinya banyak, harga komoditas turun.

“Butuh kebijakan pemerintah seperti penetapan harga minimum komoditas agar petani tidak merugi karena harga jual tidak sebanding dengan biaya produksi,” kata Patris.

Wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini menyampaikan, solusi lain yang bisa diambil adalah pemerintah membeli pada musim panen dan menyimpannya di gudang untuk dijual kembali setelah tidak lagi musim panen. Sebenarnya langkah ini tidak terlalu sulit karena pemerintah provinsi memiliki UPT Perbenihan dengan gudang yang besar. Prinsipnya, pemerintah harus mengoptimalkan sarana prasarana yang ada sebagai bentuk keberpihakan terhadap petani.

“Pemerintah harus punya resi gudang yang cukup sebagai tempat penyimpanan komoditas pertanian yang layak, untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi setelah melewati puncak musim panen,” tandas Patris.

Pada kesempatan itu ia secara khusus mengkritisi soal neraca perdagangan jagung. Sungguh sangat ironis, produksi jagung sangat tinggi, tapi dalam neraca perdagangan tidak pernah dijual ke daerah lain. Misalkan pada musim tanam 2017 yang dipanen pada Mei 2018 ini, produksi jagung kurang lebih 807.000 ton. Jumlah ini diyakini semuanya tidak dikonsumsi masyarakat NTT. Kalaupun sebagiannya untuk pakan ternak, itupun masih sisa.

“Kita minta pemerintah transparan untuk menyampaikan data produksi secara riil agar bisa diketahui penyerapan jagung, baik untuk konsumsi maupun pakan ternak,” papar Patris.

Ia menambahkan, produksi jagung sangat tinggi tapi masih didatangkan dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat NTT akan jagung. Sehingga patut dipertanyakan data yang disampaikan pemerintah soal total produksi jagung selama ini.
//delegasi(hermen)

Komentar ANDA?

  • Bagikan