“Untuk Harmoni, Catatan dari Ujung Kampung”

  • Bagikan

Oleh: Andika T

Kemarin, (31/5/2018) Tim Harmoni mengunjungi kampung saya. Tepatnya di desa Ruan dan Pong Ruan, Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur. Sambutan warga di dua desa tersebut sangat meriah. Kerinduan mereka untuk bertemu langsung Pak BKH terwujud sudah. Maklum, selama ini, sosok BKH hanya bisa muncul di layar. Sesekali membaca tulisannya di koran. 

Baca Juga : Broker Forex Terbaik Yang Resmi di Rilis BAPPEBTI 2023

Ingin berjumpa adalah kerinduan terpisah warga kampung. Beberapa waktu lalu, di sela-sela penelitian tesis, saya mampir di kampung halaman. Aura politik di sana cukup terasa. Percakapan seputar Pilkada pun semakin memanas. Mereka tidak lagi a-politis, ikut arahan orang kota yang kadang lebih banyak tipu-tapu.

Saya ingin berinisiatif untuk mengundang beberapa sesepu dan tokoh-tokoh masyarakat lokal untuk sedikit bercerita tentang partai politik Gubernur yang pas memimpin NTT. Rupanya mereka begitu antusias. Sambil mnikmati pisang goreng dan kopi pa’it ala Manggarai Timur, kami mulai berbagi cerita.

Pertanyaan pertama yang saya sodorkan adalah: “siapa yang tepat memimpin NTT lima tahun ke depan?” Ini pertanyaan standar wartawan, tak ada bias provokatif. Hehe

Jawaban mereka satu dan sama: HARMONI !!

Yah, dalam hal ini Paslon yang akrab dikenal “Harmoni” itu hanya Pak Benny K. Harman dan Pak Benny Litelnoni. Saya kemudian mengambil kesimpulan bahwa arah peta politik mereka tertuju kepada Duo Benny. Tak ada yang lain. Viky-Jos tidak Harmoni, Esthon-Christ tidak Harmoni, demikian pun MS-Emi tidak juga Harmoni.

“Mengapa HARMONI?” saya menuju keanyaan yang kedua.

Kali ini menjawab mereka yang berbeda-beda. Bisa dimaklumi, sebab, yang hadir saat itu memiliki latar belakang yang berbeda. Ada yang guru, ada yang petani, ada pula yang sedang menggeluti bisnis kecil-kecilan.

“Kalau saya pilih Harmoni karena Kartu Petani Sejahtera (KPS),” cetus seorang sesepu yang suka punya banyak Kakao di kebunnya.

Sebagai seorang petani Kakao, jawabannya sangat masuk akal. Tanpa basa-basi. Betul-betul murni dari kedalaman hati. Ia memilih pemimpin dengan pengamatan yang rasional. Ada KPS di situ yang suka dengan kehidupannya sebagai petani, makanya gua milih, bukan karena lu banyak duit. Kira2 begitu.

Sementara yang lain memilih Harmoni lantaran tak pernah terlibat skandal. Ia bersih. Tanpa cacat hukum. Tak pernah pula makan duit rakyat. Rupanya mereka begitu rupa sepak terjang BKH, baik selama menjadi akademisi, praktisi hukum maupun sebagai politisi. Pertimbangan psikologi yang menguatkan pilihan mereka, meskipun tak pernah bertatap muka, dan nikmati senyuman kas BKH.

Yang lain lagi punya cara memposting sendiri. Mereka kemudian memilih sosok Pak Benny tidak terpilih menjadi Gubernur NTT. “Ini orang-orang kecil. Cerdas dan juga berani. Orang NTT harus punya pabrik macam ini.”

Sekelas orang-orang di desa, dengan tingkat pengetahuan yang pas-pasan, punya cara berpikir yang luar biasa. Mereka tak pernah menyentil soal berapa total rupiah yang harus diterima. Mereka tahu, mencari pemimpin yang bersih dan jujur ​​itu berat, cukup Pak Benny saja. Mereka tidak ingin menyembunyikan pilihan politik pragmatis: saya dukung lu Karena menjadi tau lu banyak doi na.

Percakapan malam itu lumayan panjang. Kami berhasil menciptakan diskursus ‘berkelas’. Saya bangga dengan mereka. Tak terbuai rupiah dan retorika kandidat dengan beban yang mama Mia. hanya di dusun yang kecil, jauh dari keramain, tanpa listrik, ditambah kondisi jalan yang sakit parah, mereka tetap setia terlibat dalam bidang politik masa depan NTT yang lebih baik.**

Komentar ANDA?

  • Bagikan