DPRD Pertanyakan Status Pinjaman PT Budi Mas Rp 130 M di Bank NTT

  • Bagikan
Yohanes Rumat, Anggota DPRD NTT dari PKB //Foto: Delegasi.com

KUPANG, DELEGASI.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) NTT mempertanyakan status pinjaman/kredit PT. Budi Mas sekitar Rp 130 M di Bank NTT yang digunakan untuk antar pulau sapi dan rumput laut.

Hal itu dipertanyakan anggota DPRD NTT, Yohannes Rumat (Fraksi PKB) dan Leonardus Lelo (Fraksi Demokrat) terkait adanya potensi ‘membengkaknya’ nilai kredit macet di Bank NTT yang berasal dari perusahaan di luar NTT.

Menurut Hans Rumat dan Leo  manajemen kredit di Bank NTT sangat longgar dan lemah sehingga Bank NTT begitu mudah memberikan kredit/pinjaman hingga ratusan milyar rupiah kepada debitur dari luar NTT yang belum jelas usaha/lini bisnis maupun kantornya di NTT.

“Seperti PT. Budi Mas yang diberikan kredit hingga sekitar Rp 130 Milyar. Berdasarkan informasi yang kami (Komisi III, red) peroleh, perusahaan itu pada awalnya mendapatkan kredit dengan jumlah fantastis, yakni sebesar Rp 100 Milyar.  Namun saat terjadi tunggakan kredit sekitar 2/3 bulan, Bank NTT malah memberikan tambahan pinjaman sekitar Rp 30 Milyar yang katanya untuk bisnis rumput laut. Ini sangat aneh, bagaimana status kredit perusahaan itu saat ini?” tanya Lelo.

Dari aspek perbankan, kata Lelo, mungkin saja pemberian kredit Rp 100 M kepada PT. Budi Mas (yang baru diberikan sekitar setahun, red) lalu diberikan tambahan kredit Rp 30 M itu diperbolehkan. “Namun harusnya dalam analisis kredit, dikaji secara profesional. Apakah perusahaan itu mampu membayar kembali kreditnya atau tidak? Jaminannya apa? Nilainya sesuai dengan besaran pinjaman atau tidak?” tuturnya.

Leonardus Lelo, Anggota Fraksi Gabungan Partai Demokrat DPRD NTT. //foto : Delegasi.com

 

Jangan sampai, lanjutnya, akan menimbulkan masalah seperti 6 perusahaan lainnya. “Ini harus dijelaskan secara transparan. Jangan sampai hanya karena ada ‘faktor kedekatan’ dengan oknum tertentu lalu diberikan kredit yang sangat besar tanpa pertimbangan yang profesional,” ungkap Lelo mengingatkan.

Bank NTT, kata Lelo, harusnya belajar dari pengalaman pemberian kredit kepada 6 debitur nakal yang total kredit macetnya mencapai Rp 206 M sesuai temuan BPKP Perwakilan NTT. “Harusnya, Bank NTT belajar dari kredit macet yang sudah terjadi pada 6 perusahaan itu dan kredit macet lainnya dalam mengevaluasi untuk kredit kepada PT. Budi Mas. Mengapa PT. Budi Mas baru setahun sudah menunggak cicilan? Tapi diberi tambahan kredit?” kritiknya.

Kredit macet itu, kata Lelo, sebagaian besar berasal dari kredit macet perusahaan-perusahan besar dari luar NTT. “Kredit macet yang besar itu berasal dari coorporate-coorporate (perusahaan-perusahaan, red) dari luar NTT. Bank NTT harusnya menganalisis dengan baik, apakah PT. Budi Mas itu perusahaan baru atau perusahaan lama di NTT? Lini bisnisnya akan mendukung pertumbuhan usaha lokal atau justru ‘membunuh’ pengusaha-pengusaha lokal yang sudah ada?” jelasnya.

Kalau bisnisnya untuk antar pulau sapi dan rumput laut, lanjut Lelo, mengapa kredit itu tidak dikasih saja kepada pengusaha sapi dan pengusaha rumput laut lokal yang ada di NTT? “Usaha mereka jelas karena sudah dijalankan bertahun-tahun. Mereka sudah berpengalaman urus sapi dan rumput laut. Alamat mereka juga jelas.  Asset mereka juga di NTT,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan anggota DPRD NTT dari Fraksi PKB, Johannes Rumat. Menurutnya, manajemen Bank NTT, harus memberikan penjelasan secara transparan kepada DPRD NTT dan rakyat NTT.  “Karena saat ini NPL (prosentase kredit  macet, red) Bank NTT telah mencapai sekitar 4 persen.  Jika tidak di kawal secara baik, kredit PT. Budi Mas tersebut bisa menjadi masalah karena nilainya yang fantastis. Kalau kredit PT. Budi Mas dan kredit dalam jumlah besar lainnya juga  macet, maka Bank NTT  akan masuk dalam status Bank Dalam Pengawasan karena tidak sehat,” jelasnya.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, jelas Rumat, Bank NTT perlu memberikan syarat kredit yang lebih ketat kepada perusahaan-perusahaan dari luar NTT yang mengajukan kredit. “Untuk menghindari terjadinya masalah kredit macet, maka perlu dipertimbangkan agar kredit dalam nilai besar yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan luar NTT harus memberikan jaminan asset dua kali lipat dari nilai kredit,” usulnya.

Assetnya yang dijaminkan, lanjutnya, juga harus diteliti dengan benar.  “Jangan sampai bodong seperti yang terjadi dalam masalah kredit macet sekitar Rp 206 Milyar kepada 6 perusahaan dari luar NTT itu.  Bank NTT harus profesional. Jangan karena ditelepon pihak tertentu, kredit langsung disetujui dan dicairkan tanpa analisis kredit yang profesional,” ungkap Rumat.

Selain itu, Rumat memaparkan, saat ini OJK telah mewajibkan para pemegang saham (Pemprov NTT dan Pemkab/Pemkot se-NTT, red) untuk menyetor tambahan modal sekitar Rp 1,2 Triliun (dari target Rp 3 M, red) sampai tahun 2024 agar Bank NTT tidak dimerger (digabungkan, red) dengan bank lain. “Sehingga dengan penjelasan itu, Dewan bisa mempertimbangkan tambahan modal ke Bank NTT. Kalau manajemen kreditnya sangat longgar begitu, sama saja kita buang uang rakyat,” kritiknya.

Seperti disaksikan tim media ini, masalah kredit Rp 130 Milyar kepada PT. Budi Mas pernah dipertanyakan Leonardus Lelo dalam rapat dengar pendapat dengan Bank NTT dan PT. Flobamor sebagai mitra Komisi III DPRD NTT beberapa waktu lalu. “Saya minta penjelasan tentang kerjasama antar pulau sapi antara PT. Flobamor dengan PT. Budi Mas yang dapat kredit Rp 130 M,” ungkapnya.

Dirut PT. Flobamor, Adrianus Bokotei yang dikonfirmasi wartawan usai RDP tersebut, menjelaskan, PT. Flobamor tidak memiliki perjanjian kerja sama dengan PT. Budi Mas. “Kerja sama itu hanya sebatas pembeli dan penjual. Mereka hanya membeli sapi dari kita. Tidak ada kontrak kerja sama,” ungkap Bokotei.

Plt. Dirut Bank NTT,  Alex Riwu Kaho yang berusaha dikonfirmasi mefia ini sejak pekan lalu terkesan menghindar.  Tim media ini mendatangi Kantor Pusat Bank NTT di Jl.  W. J.  Lalamentik pekan lalu.  Namun melalui Satpam,  Alex berjanji akan menerima tim media ini pada Selasa pekan ini.  Tim wartawan kembali mendatangi kantor itu pada Selasa (26/5/20) pagi,  namun Plt.  Dirut dan direksi lainnya belum dapat  ditemui wartawan.

“Direksi sedang Vicon dengan Gubernur BI, yang pasti jadwal wawancara dengan Direksi belum hari ini. Akan disampaikan jika sudah ada konfirmasi dari Direksi. Terima kasih,” tulis Sekretaris Dirut Bank NTT,  Ibu Tresi melalui pesan WA.

Tim media meminta kepastian waktu namun Tresi mengatakan akan menghubungi wartawan kalau sudah ada konfurmasi fix dari Dirut.  Namun hingga berita ini ditayangkan,  tim media ini belum dihubungi terkait wawancara dengan Dirut Bank NTT.

//delegasi(*/tim)

Komentar ANDA?

  • Bagikan