Benarkah Adonara Adalah Pulau Pembunuh?

  • Bagikan
Dr.Keron Petrus, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) NTT

“Sejak awal Leluhur telah menegaskan bahwa persaudaraan (saudara) menjadi titik pijak dalam memulai hidup di tanah Adonara. Intinya,  arti kata Adonara mengamanatkan rasa persaudaraan bagi penghuninya atau yang terlahir dari “rahim” Adonara”

Dr. Keron A. Petrus

 

MENGENAL LEBIH DEKAT EKOLOGI BUDAYA MASYARAKAT ADONARA

DELEGASI.COM–Seri kelima tulisan ini menguraikan tentang warisan tutur terkait arti kata Adonara. Saya mengawalinya dengan menegaskan kembali bahwa cerita tentang sejarah terdapat beragam versi, dan mungkin pula rangkuman dari berbagai sumber. Versi yang saya tulis bersumber dari warisan tutur yang diamanatkan oleh Alam dan Leluhur. Saya bertanggung jawab secara moral , dan siap menerima teguran Alapet Rera Wulan, Alam dan Leluhur jika yang terungkap adalah rekayasa.

Prinsipnya, sejarah harus diceriterakan untuk meluruskan, bukan untuk meniadakan versi yang lain atau menghilangkan peran dari kelompok/komunitas tertentu. Karenanya, sejak awal disampaikan pentingnya dialog untuk menemukan benang merah sejarah untuk generasi mendatang.

ARTI ADONARA: BENARKAH ADONARA ADALAH PULAU PEMBUNUH?

ADONARA dalam warisan tutur diartikan sebagai: ”…AdoAdonara; Nara-nara lema. Adoadonara mengandung arti nama depan dari Ado Bala dan saudaranya (7 putra dari Kewae dan Kelake). Sedangkan, Nara-nara lema berarti bersaudara yang terbagi dalam lima suku. Dengan demikian, Adonara  mengandung arti Adobala bersama saudaranya yang terbagi dalam lima suku.


Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Ekologi Budaya Masyarakat Adonara

 

Sejak awal Leluhur telah menegaskan bahwa persaudaraan (saudara) menjadi titik pijak dalam memulai hidup di tanah Adonara. Intinya,  arti kata Adonara mengamanatkan rasa persaudaraan bagi penghuninya atau yang terlahir dari “rahim” Adonara.

Selain tentang Adonara, terdapat juga beberapa warisan tutur yang mendukung amanat persaudaraan ini:

  • Riawale:

”…Pake naran Riawale olune hala. Riawale koda rua, Ria noon Gewale. Ria (geriok), beloene tibu gewak. Helo kayo lolon letan nehage nenubun murine. Gewale, beloene pupu ata diken. Ke Riawale beloene,  tibu gewak ata diken oneka melan senareng pupu ata diken…”

(Memberi nama [kampung] Riawale bukan tanpa maksud. Riawale terdiri dari dua kata, Ria [bertunas] artinya melahirkan manusia. Ibarat pohon yang daunnya gugur dan bertunas kembali [maksudnya berpikiran jernih-penulis]. Gewale, artinya orang yang selalu berupaya mendamaikan sekaligus mempersatukan orang. Jadi, Riawale artinya melahirkan manusia yang hatinya baik, tulus untuk mendamaikan, mempersatukan orang…”).

  • Artinama Tika Tukan:

Tika Tukan koda rua. Tika, beloene koda lolok sama nubun geto hala helo ata nein hope. Tukan, beloene bel’en kewasan pupu taan tukan beto. Ata melan, ata medhon, ata ribu pulo lema pupu taan tukan beto. Tika Tukan: koda lolok sama nubun geto hala taan pupu ata tukan beto taan kakan noon arin, aman noon an’na.

  • Arti nama Wai Bao:

Wai Bao,  koda rua. Wai noon Bao. Wai, pai tite tenu di wai, tekanet di wai; wai nehin ata gelupan hala sampe nuan tutu musim labot.

Bao; beloene, tite tana alate nuku kepae ata rabe bao beto. Mayan asik tukan beto hama-hama taan kakan noon arin-ama’n noon an’na. Kepae, hode taan wai, ake taan mei. Rae renu wai-tite tenu di wai. Nuku rae renu wai tite tenu mei neheti ekan nabe data laga, sidak peak. Ekan data laga, sidak peak neheti rae bao beto nuku purenai bao balika. Tite ata diken hule wekiket taan de mure naen, ake hule taan nalan. Nalan tite marin, nuku onga paret tonga belolo. Pete kepae nulu walen naen. Tobo dei lodo gere roon tite nehen, melan boaya hae, ke tite mariro dimayan tobo hama-hama, sagaro liman taan mela-mela, pao-pao ge mariro... Wai Bao, rae bao beto pai tite hodiwe taan wai ake taan mei.

  • Kia Soba Sayang:

“…Go Kia Soba Sayang, goen ata diken. Go turuk, nuku onek tenien pupu asik kaan tukan beto…” (Saya Kia Soba Sayang, saya punya manusia. Saya tidur, tetapi hati terjaga untuk terus menyatukan manusia)

Warisan tutur tersebut di atas tentunya sangat bertolak belakang dengan arti Adonara yang diberikan oleh Ernest Vater, seorang Ilmuwan Jerman pada tahun 1932. Vater mengatakan bahwa Adonara sebagai pulau pembunuh, yang mana pandangan ini tetap terbawa hingga saat ini.

Sehingga masyarakat sampai dengan saat ini memahami arti Adonara sebagai adok dan nara. Adok artinya mengadu, sedangkan nara artinya saudara, teman, persekutan. Terjemahan harafiahnya menjadi mengadu saudara, teman, persekutuan. Kalau ditarik dalam kehidupan sehari-hari, terjemahan bebasnya menjadi orang (Adonara) suka mengadu domba sesamanya sehingga memicu terjadinya perkelahian/keributan.

Pertanyaannya adalah benarkah orang Adonara suka mengadu domba saudara sehingga menimbulkan  konflik, perang antarsuku/saudara? Namun, jika melihat fakta kehidupan masyarakat Adonara yang selalu berpegang pada prinsip keberanian dalam memperjuangkan sesuatu kebenaran (Koda adalah bahasa/tutur yang benar), saya secara pribadi akhirnya mempertanyakan kedalaman data realitas sosial kehidupan masyarakat Adonara yang didapatkan oleh Vater. Data realitas sosial yang saya maksud adalah terkait prinsip dasar (filosofi) kehidupan masyarakat Adonara.

Kedalaman jenis data inilah menjadi dasar untuk menjawab benar atau tidaknya masyarakat Adonara suka mengadu domba, berperang antarsuku/saudara dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Bukan, sekedar memaparkan data (fakta) umum, lalu menarasikan Adonara sebagai pulau pembunuh.

Mengacu pada warisan tutur dan berbagai ungkapan luhur lainnya yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat, pandangan Vater ini sudah saatnya untuk didiskusikan kembali secara luas. Pertimbangan utamanya adalah warisan tutur demikian luhurnya dan kebenaran menjadi yang utama, namun realitasnya menunjukkan hal yang sebaliknya. Dalam konteks budaya Lamaholot-Adonara, kita bisa berasumsi bahwa mungkin saja Alapet Rera Wulan, Alam dan Leluhur ingin mengoreksi, meluruskan sesuatu yang belum tepat pada jalurnya.

Mari kita memulainya agar filosofi dasar kehidupan masyarakat Adonara dalam persaudaraan yang damai dapat diwujudkan, bukan sebagai pulau pembunuh seperti kata Ernest Vater.  “Sejarah adalah Identitas, karena itu semua orang merasa berkepentingan terhadapnya”. ****

Penulis adalah Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) NTT

Komentar ANDA?

  • Bagikan